
Rabu, 19 Januari 2011 16:02:29 WIB
Reporter : Ribut Wijoto
Surabaya (beritajatim.com) – Surabaya memiliki karakter khas
perkotaan yang bisa dibedakan dengan kota-kota lain di Indonesia.
Karakter inilah yang dibahas dalam acara Surabaya Culture
Exhibition 2011 di Fakultas Ilmu Budaya Unair, Rabu (19/1/2011).
Acara diselenggarakan oleh Forum Studi Sastra dan Seni Luar Pagar
bekerja sama dengan Magister Kajian Sastra dan Budaya FIB Unair,
dan Teater Gapus Surabaya. Di sini ditampilkan diskusi antologi
puisi “Siti Surabaya dan Kisah Para Pendatang” karya F Aziz Manna.
Pembicara Diah Arimbi (Direktur Magister Kajian Sastra dan Budaya
FIB Unair) dan Soe Tjen Marching (Novelis dan Akademisi Sastra).
Diah Arimbi mengatakan bahwa Siti Surabaya dan Kisah Para Pendatang
membicarakan tentang perkembangan kota Surabaya mulai dari tahun
1930-an dengan pencitraan kota yang asri sampai pada
perkembangannya sebagai kota industri. “Puisi Aziz ini bisa disebut
sebagai puisi ekokritik,” katanya.
Sementara Soe Tjen Marching menunjukkan bahwa puisi-puisi Aziz
mengeksploitasi hal-hal yang menunjukkan ke-Surabaya-annya.
Kata-kata khas Surabaya seperi jancuk, kenthuan, balon, kelon
dimaksimalkan dengan tepat. “Kultur Surabaya memang khas, dan itu
muncul secara apik dalam puisi-puisi Aziz Manna,” ujarnya.
Acara ini juga menampilkan pentas Teater “Gladi Resik” dari Teater
Gapus Surabaya yang disutradarai oleh Dheny Jatmiko. Pentas ini
mengadaptasi estetika ludruk menjadi sebuah pentas yang lebih
komikal. Selain itu juga ditampilkan jula-juli dari Paguyuban
Karawitan Sastra Jendra (Pakarsajen). Acara ini rencananya akan
dilaksanakan kembali pada akhir bulan Februari 2011 untuk
ditampilkan di beberapa kota: Surabaya, Malang, Madura, Yogyakarta,
Bandung, dan Jakarta. [but]
1 komentar:
salam, apakah surabaya harus selalu diartikan dan dimaknai dengan kata-kata semacam jancok, kenthu, balon, dll? menurut hemat saya terlalu dangkal jika puisi surabaya hanya dinilai dari seruan diksinya yang semacam itu! jika demikian, puisi yang mengandung kata-kata semacam wuyung, cetil, gandrung, dan seterusnya dapat dikatakan sebagai puisi madiunan atau ponorogoan?
Posting Komentar